Meningkatnya perilaku merokok di kalangan anak dan remaja, tentunya perlu mendapatkan perhatian kita. Sejatinya, Pemerintah sudah memiliki alat untuk melindungi generasi muda dari bahaya merokok ini. Yakni, melalui produk Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pengamanan Produk Tembakau Sebagai Zat Adiktif bagi Kesehatan, atau dikenal dengan RPP Tembakau.
Sayangnya, belum lagi RPP tersebut disahkan, muncul berbagai praduga yang keliru terhadap niat di balik pembuatan RPP ini. Hal ini, bermula dari ketidaktahuan atau belum adanya pemahaman isi esensial dari RPP Tembakau.
RPP Tembakau sesungguhnya merupakan turunan dari UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, khususnya pasal 113 dan 116, sekaligus penyempurnaan Peraturan Pemerintah (PP) No.19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan.
Pasal 113, mengatur penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif diarahkan agar tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan perorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungan.
Adapun zat adiktif yang dimaksud itu adalah meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau, padat, cairan, dan gas yang bersifat adiktif (bersifat kecanduan atau menimbulkan ketergantungan pada pemakai), yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya maupun masyarakat sekelilingnya. Lalu, pasal 116 mengamanahkan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
RPP Tembakau tidak melarang orang untuk menanam tembakau, tidak pula melarang orang untuk merokok, namun mengatur supaya tidak menimbulkan kerugian bagi anak-anak dan generasi muda, serta tidak merugikan kesehatan orang lain yang tidak merokok. Caranya dengan mengendalikan penyebaran perokok, rokok dan produk tembakau lainnya.
"Pemerintah dalam posisi melakukan pengendalian, seperti aturan di mana seseorang boleh merokok dan tidak, serta mengatur agar perempuan, ibu hamil, anak-anak tidak terkena dampak buruk dari orang yang merokok,” kata Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih.
Sebagai contoh, RPP Tembakau menegaskan bahwa Pemerintah Daerah harus menetapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di fasilitas kesehatan, tempat belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, dan tempat-tempat umum lainnya yang ditetapkan. Dengan begitu, mulai dari anak-anak, ibu hamil maupun masyarakat umum yang beraktivitas di tempat-tempat tersebut terbebas dari paparan bahaya asap rokok, termasuk iklan rokok.
Untuk mengendalikan penyebaran produk rokok, jumlah batang rokok per bungkusnya juga bakal dibatasi biar harganya naik. Karena, bukan rahasia kalau harga rokok di Indonesia merupakan salah satu yang paling murah di dunia. Harganya cukup terjangkau dengan uang jajan anak-anak dan mendapatkannya juga mudah.
RPP Tembakau ini juga mengusung aturan yang mewajibkan produsen rokok mencantumkan peringatan kesehatan tidak hanya berupa tulisan, tapi juga berupa gambar pada bungkus rokoknya. Menariknya lagi, RPP juga mengatur larangan mencantumkan keterangan atau tanda apapun yang menyesatkan. Misalnya, kata-kata bersifat promotif seperti Light, Mild, Low Tar, Special, Full Flavor, Premium dan lain-lain yang mengindikasikan kualitas, rasa aman, pencitraan, kepribadian dan sebagainya.
Intinya, upaya-upaya promotif yang bisa menginisiasi perokok pemula di kalangan anak dan remaja harus dikendalikan. Bagaimana pun anak-anak merupakan generasi penerus yang kelak akan menerima tongkat estafet bangsa ini ke depan. Ketika menyangkut nasib bangsa, tentunya kita tidak boleh terus berdiam diri melihat anak-anak kita terpapar rokok dan asap rokok. (ADV)
(Kemenkes//mbs)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar